Sabtu, 18 Juni 2011

MATERI PAI AQIDAH AKHLAK


MATERI/TEMA       : AQIDAH AKHLAQ ( Aliran-aliran dan tokoh dalam ilmu    kalam )
KELAS/SEM             : XI/ Ganjil
Standar Kompetensi  : Memahami Aliran-aliran Ilmu kalam dan Tokoh-tokohnya.
Kompetensi Dasar     :          
        Menjelaskan aliran-aliran ilmu kalam, tokoh-tokoh dan pandangannya (khawarij, murji’ah, syi’ah, jabariyah, qodariyah, asy’ariyah, mu’tazilah, dan lain-lain.
        Menganalisis Perbedaan antara aliran ilmu kalam yang satu dengan yang lainnya.
        Menunjukkan contoh-contoh prilaku orang-orang yang beraliran tertentu dalam ilmu kalam.
        Menghargai terhadap aliran-aliran yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat.        
Indicator                     :          
·        Menyebutkan secara garis besar nama-nama aliran dalam ilmu kalam dan tokoh-tokohnya
·        Menjelaskan secara garis besar dasar-dasar pemikiran ilmu kalam
·        Menunjukkan perbedaan dan persamaan masing-masing aliran dalam ilmu kalam
·        Menunjukkan bentuk contoh prilaku orang-orang yang beraliran tertentu dalam ilmu kalam.
·        Menunjukkan sikap menghargai terhadap aliran-aliran yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat.   


ALIRAN-ALIRAN DAN TOKOH-TOKOH DALAM ILMU KALAM

A.  Aliran Ilmu Kalam, Tokoh-Tokoh dan Pandangannya
Asal usul munculnya aliran-aliran dalam ilmu kalam Sejak wafatnya nabi Muhammad SAW, kaum muslimin sudah menghadapi perpecahan.Tetapi perpecahan itu menjadi reda, karena terpilihnya Abu Bakar menjadi khalifah. Setelah beberapa lamanya Abu Bakar menduduki jabatan kekhalifahan, mulai tampak lagi perpecahan yang di sebarkan oleh orang-orang yang murtad dari islam dan orang-orang yang mengumumkan dirinya menjadi nabi, seperti Musailamah Al-khadzab, Thulaikhah, Sajahdan Al-aswadAl-Ansy.Disamping itu ada pula kelompok-kelompok lain yang tidak mau membayar zakat kepada Abu Bakar.Padahal dahulunya mereka taat dan disiplin membayar zakat padaNabi.
Akan tetapi semua perselisihan itu segera dapat diatasi dan dipersatukan kembali, karena kebijakan khalifah Abu Bakar, maka selamatlah kekuasaan islam yang muda itu dari ancaman fitnah dari musuh-musuh islam yang hendak menghancur leburkan.
Kemudian perjalanan Khalifah Abu Bakar Shiddiq, di lanjutkan oleh Umar bin khattab, dan akhirnya di lanjutkan oleh Usman bin Affan, yang pada akhirnya terjadi suatu persoalan yang ditimbulkan oleh tindakan Usman yang oleh sebagian orang islam dianggap kurang mendapati simpati dari sebagian kaum muslimin. Yang pada akhirnya banyak dari beberapa golongan yang berambisi mulai membuka jalan kesempatan untuk menggulingkan pemerintahan Usman. Dan akhirnya mengakibatkan terbunuhnya Usman.
Setelah kekuasaan yang di pegang Usman itu mulai lumpuh, maka dari golongan Ali bin Abitholib, Muawiyah, serta dari pihak Aisyah pun mereka saling menentang demi merebut kekuasaan politik yang ada. Dengan demikian golongan-golongan politik yang timbul pada masa Ali bin Abithalib, dan sesudah masa Ali itulah  muncullah beberapa kelompok atau aliran-Aliran ilmu kalam yang diakibatkan oleh timbulnya golongan-golongan politik tersebut.[1]
Problematika teologis di kalangan umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661M) yang ditandai dengan munculnya kelompok dari pendukung Ali yang memisahkan diri mereka karena tidak setuju dengan sikap Ali yang menerima Tahkim dalam menyelesaikan konfliknya dengan muawiyah bin abi Sofyan, gubernur syam, pada waktu perang siffin. Kelompok ini selanjutnya dikenal dengan Kelompok Khawarij.[2]
Lahirnya Kelompok Khawarij ini dengan berbagai pendapatnya selanjutnya, menjadi dasar kemunculan kelompok baru  yang dikenal dengan nama Murji’ah. lahirnya Aliran teologi inipun mengawali kemunculan berbagai Aliran-Aliran teologi lainnya. Dan dalam perkembangannya telah banyak melahirkan berbagai Aliran teologi yang masing-masing mempunyai latar belakang dan sejarah perkembangan yang berbeda-beda.Berikut ini akan dibahas tentang pertumbuhan dan perkembangan Aliran tersebut berikut pokok-pokok pikiran nya masing-masing.[3]
Sebagaimana kita bahas disini, bahwa pada masa akhir pemerintahan Khulafa Al-rasysidin muncul aliran kalam yang popular dengan nama khawarij, kemudian di ikuti oleh Murji’ah, Qodariyah, Jabariyah,Mu’tazilah, Asy’ariyah atau Ahlussunnah wal jama’ah dsb.

1.      Aliran Khawarij
a.    Pengertian dan latar belakang timbulnya Aliran khawarij
Aliran Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn Aliran pertama yang muncul dalam teologi Islam. Menurut ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah di sepakati para jema’ah, baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur rasyidin, atau pada masa tabi’in secara baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij ini berasal dari kata “kharaja” yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali.[4] Kelompok ini juga kadang kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti “golongan yang mengorbankan dirinya untuk allahdi samping itu nama lain dari khawarij ini adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari kata harura, nama suatu tempat dekat kufah, yang merupakan tempat mereka menumpahakn rasa penyesalannya kapada Ali bin abi Thalib yang mau berdamai dengan  Mu’awiyah.[5]
Kelompok khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali yang memisahkan diri, dengan beralasan ketidak setujuan mereka  terhadap sikap Ali bin abi Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan persilisihan dan konfliknya dengan mu’awiyah bin abi sofyan, gubernur syam, pada waktu perang siffin.
Latar belakang ketidak setujuan mereka itu, beralasan bahwa tahkim itu merupakan penyelesaian masalah yang tidak di dasarkan pada  ajaran Al-Qur’an, tapi ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak Memutuskan hukum dengan al-quran adalah kafir. Dengan demikian, orang yang  melakukan tahkim dan menerimanya adalah kafir. Dan mereka mendasarkan hal tersebut pada Al-qur’an surat Al-maidah ayat: 44.[6]
`tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ  
 Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”

Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya berbalik  menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya yaitu Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk itu mereka berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta sejarah, hanya Ali yang berhasil terbunuh ditangan mereka.[7]
b.    Tokoh-tokoh Khawarij
Diantara tokoh-tokoh khawarij yang terpenting adalah :
1)                                     Abdullah bin Wahab al-Rasyibi, pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di Harura (pimpinan Khawarij pertama)
2)                                     Urwah bin Hudair
3)                                     Mustarid bin sa’ad
4)                                     Hausarah al-Asadi
5)                                     Quraib bin Maruah
6)                                     Nafi’ bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
7)                                     Abdullah bin Basyir
8)                                     Zubair bin Ali
9)                                     Qathari bin Fujaah
10)                                 Abd al-Rabih
11)                                 Abd al Karim bin ajrad
12)                                 Zaid bin Asfar
13)                                 Abdullah bin ibad.[8]

c.     Sekte-sekte dan ajaran pokok Khawarij
Terpecahnya Khawarij ini menjadi beberapa sekte, mengawali dan mempercepat kehancurannya dan sehingga Aliran ini hanya tinggal dalam catatan sejarah. Sekte-Sekte tersebut adalah:
1)                  Al-Muhakkimah
Al-muhakkimah adalah golongan khawarij yang pertama, yakni  mereka yang keluar dari barisan Ali ketika berlangsung peristiwa tahkim dan kemudian berkumpul di di suatu tempat yang bernama Harura, bagian dari negri khufa. Diantara Pemimpinnya adalah: Abdullah bin al-kawa, uthab bin al-‘anwar, Abdullah bin wahab al-rasyibi.
Golongan ini berpendapat bahwa, golongan yang menyetujui peristiwa tahkim adalah orang kafir, dan orang yang berzina menurut mereka adalah dosa besar dan termasuk kafir, begitu pula dengan orang yang membunuh tanpa sebab, dan dosa besar  lainnya dapat di golongkan sebagai kafir dan keluar dari islam.
2)                  Al-Azariqah
Al-Azariqah adalah khawarij yang dapat menyusun barisan baru yang besar dan kuat, tokohnya adalah Nafi’ bin Al-azraq. Golongan ini lebih radikal dari Al-muhakkimah.Mereka mengubah term kafir menjadi musyrik, dan term ini lebih tinggi tingkatannya di banding kafir. Di antar pendapatnya: mereka boleh membunuh anak kecil yang tak sealiran dengan mereka, dan orang yang melakukan dosa besar disebut kafir millah, yakni keluar dari islam secara total dan selamanya di neraka bersama orang yang kafir.
Itulah diantara sekte-sekte yang ada di dalam aliran khawarij dan masih terdapat berbagai sekte lain yang mempunyai paham-paham yang lainnya. seperti: Al-Najdat, Al-baihasyiah, Al-Ajaridah, Al-Sa’Alibah, Al-Ibadiah, Al Sufriyah.[9]
Secara umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah:
a)                Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.
b)                Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan zubair, dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkim, termasuk yang menerima dan mambenarkannya di hukum kafir.
c)                Iman adalah meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan melakukan dengan anggota tubuh.
d)                  Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat.
e)                  Khalifah tidak harus keturunan nabi. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi Khalifah apabila sudah memenuhi syarat-syarat.
f)                   Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
g)                  Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
h)                  Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase).[10]

2.      Aliran Murji’ah
a.    Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Murji’ah
Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagai mana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij.Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan tuhan, karena hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang.Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada tuhansealin allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mangucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pandangan mereka itu terlihat pada kata murji’ah yang barasal dari kata arja-a yang berarti menangguhkan, mengakhirkan dan memberi pengharapan.[11]
Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran murji’ah antara lain adalah : adanya perbedaan pendapat antara Syi’ah dan Khawarij, yang mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan ali dan mengakfirkan orang- yang terlihat dan menyetujui tahkim dalam perang siffin, adanya pendapat yang menyalahkan aisyah dan kawan-kawan yang menyebabkan terjadinya perang jamal, adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Usman bin Affan.[12]
b.    Tokoh dan sekte dalam murji’ah
Dalam perkembangannya, Murji’ah mengalami berbagai perbedaan pendapat dikalangan pengikutnya yang mendasari lahirnya aliran-aliran.                                                     
Selanjutnya, aliran murji’ah ini terpecah menjadi beberapa macam sekte, ada yang moderat, ada pula yang ekstrim.
Tokoh murji’ah Moderat antara lain adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadits, mereka berpendapat, bahwa orang yang melakukan dosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tapi akan dihukum dalam nerakasesuai dengan besarnya dosa seseorang, dan ada kemungkinan mendapat ampunan dari tuhan. Sedangkan yang ekstrim antara lain ialah kelompok Jahmiyah, pengikut Jaham bin Shafwan.Kelompok ini berpendapat, sekalipun seseorang menyatakan dirinya musyrik, orang itu tidak dihukum kafir. Orang islam yang percaya pada tuhan, kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena tempatnya iman itu bukan pada bagian tubuh melainkan hati.[13]
Ajaran-ajaran pokok murji’ah dapat disimpulan sebagai berikut:
1)        Iman Hanya membenarkan (pengakuan) di dalam Hati, dan tidak dituntut untuk membuktikan keimanan dengan perbuatan.
2)        Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir. Muslim tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadat.
3)        Hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat[14]
3.      Aliran Qadariyah
a.       Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Qadariyah
Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan.Sedangkan sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam, qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam paham qadariyah manusia di pandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar dan qadla Tuhan.[15]Dalam ajarannya Qodariyah sangat menekankan posisi manusia yang amat menentukan dalam gerak laku perbuatannya, dalam menentukan keputusan yang menyangkut perbuatannya sendiri, manusialah yang menentukan tanpa ada campur tangan tuhan.[16]
Mazhab qadariyah muncul sekitar tahun 70 H(689 M). Ajaran-ajaran tentang Mazhab ini banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mu’tazilah sehingga Aliran Qadariyah ini sering juga disebut dengan aliran Mu’tazilah, kesamaan keduanya terletak pada kepercayaan kedunya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan dan perbuatannya, dan tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia ini, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qadla dan qadar Allah SWT.
Aliran ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada prinsip ajaran Al-Qur’an dan hadits sendiri.Al-Qur’an dan Hadits mereka tafsirkan berdasarkan logika semata-mata.Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap hasil tangkapan panca indera yang serba terbatas kemampuannya.Jadi seharusnya logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Qura’n dan Hadits, bukan sebaliknya.
Tokoh utama Qadariyah ialah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan al Dimasyqi.Dalam paham mereka, tidak dikatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu, dan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya hanya bertindak menurut nasibnya yang telah ditentukan sejak zaman azali.Namun bagi mereka itu sebaliknya.[17]
Selanjutnya terlepas apakah paham qadariyah itu di pengaruhi oleh paham luar atau tidak, yang jelas di dalam Al-Qur’an dapat di jumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham qadariyah .
Aliran Qadariyah menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik itu berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu ia berhak menentukan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang telah ia perbuat.
Faham takdir dalam pandangan Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya untuk alam semesta beserta seluruh isinya yang dalam istilah Al-qur’an adalah sunatullah.
Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri banyak ayat Al-qur’an yangmendukung pendapat ini misalnya dalam surat Al-kahfi ayat ke-29, dan surat al ra’ad:11.[18]
Dalam surat Al Ra’ad Ayat 11, di jelaskan:
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 ÇÊÊÈ  
 “Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka   merubah keadaan diri mereka sendiri”[19]
Dalam Surat Al-Kahfi ayat 29, allah menegaskan:
 `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù ÇËÒÈ  
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.
Dengan demikian paham qadariyah memiliki dasar yang kuat dalam islam, dan tidaklah beralasan jika ada sebagian orang menilai paham ini sesat atau kelaur dari islam[20]
Pokok-pokok ajaran Qadariyah:
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298, pokok-pokok ajaran qadariyah adalah :
1)      Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik dan orang fasik  itu apabila belum bertobat akan masuk neraka secara kekal.
2)      Manusialah yang berkuasa atas perbuatan baik dan buruknya, tanpa ada campur tangan tuhan.
3)      Allah SWT tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusialah yang menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosakarena itu pula, maka Allah berhak disebut adil.
4)      Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam hati bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri.
5)      Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.[21]

4.      Aliran Jabariyah         
a.      Pengerian, dan latar belakang Kemunculan jabariyah.
Nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa. Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebutkepada Allah.Dan dalam bahasa inggris disebut dengan fatalism atau predestination, yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia di tentukan sejak semula oleh qadla dan qadar tuhan.[22]
Menurut catatan sejarah, paham jabariyah ini di duga telah ada sejak sebalum agama Islam datangke masyarakat arab. Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar terhadap hidup mereka, dengan keadaan yang sangat tidak bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal ini kemudian mendasari mereka untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan menyebankan mereka semata-mata tunduk dan patuh kepada kehendak tuhan.
Munculnya mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah.Daerah kelahirannya pun berdekatan.Qadariyah muncul di irak, jabariyah di khurasan. Aliran ini pada mulanya di pelopori oleh al-ja’ad bin dirham. Namun, dalam perkembangannya. Aliran ini di sebarluaskan oleh jahm bin Shafwan. Karena itu aliran ini terkadang disebut juga dengan Jahmiah.[23]
b.      Pokok-pokok paham jabariyah.
Selanjutnya, yang menjadi dasar yang sejajar dengan pemahaman pada aliran jabariyah ini dijelaskan Al-Qur’an diantaranya :
Dalam surat al-saffat ayat 96 :
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ 
 “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”.
Dalam surat al Insan ayat 30, dinyatakan:
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# ÇÌÉÈ  
 “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah”.[24]

Jaham bin Shafwan mempunyai pendirian bahwa manusia itu terpaksa, tidak mempunyai pilihan dan kekuasaan. Manusia tidak bisa berbuat lain dari apa yang telah di lakukannya. Allah SWT, telah mentakdirkan atas dirinya segala amal perbuatan yang mesti di kerjakannya, dan segala perbuatan itu adalah ciptaan allah, sama seperti apa yang dia ciptakan pada benda-benda yang tidak bernyawa. Oleh karena itu, jaham menginterpretasikan bahwa pahala dan siksa merupakan paksaan dalam arti bahwa allah telah mentakdirkan seseorang itu baik sekaligus memberi pahala dan allah telah mentakdirkan seseorang itu berdosa sekaligus juga menyiksanya.
Sehingga, dalam realisasinya, orang yang termakan paham ini bisa menjadi apatis dan beku hidupnya, tidak bisa berbuat apa-apa, selain berpangku tangan, menunggu takdir Allah semata-mata dan berusahapun tidak. Karena mereka telah berkeyakinan bahwa allah telah mentakdirkan segala sesuatu, dan manusia tidak bisa mengusahakan sesuatu itu.
Disisi lain, aliran ini tetap berpendapat bahwa manusia tetap mendapat pahala atau siksa karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan tuhan tidak menafikan adanya pahala dan siksa.[25]
Berkenaan dengan itu perlu dipertegas bahwa Jabariyah yang di kemukakan Jaham bin Shafwan adalah paham yang ekstrim.Yang beranggapan bahwa jabariyah tidak menetapkan perbuatan atau kekuasaan sedikitpun pada manusia.Sementara itu terdapat pula paham jabariyah yang moderat, seperti yang diajarkan oleh Husain Bin Muhammad al-Najjar dan Dirar Ibn ‘Amr.
Menurut Najjar dan Dirar, bahwa  Tuhanlah yang menciptakan perbuatan Manusia baik perbuatan itu positif maupun negatif Tetapi dalam melakukan perbuatan itu manusia mempunyai bagian daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh tuhan, mempunyai efek, sehingga manusia mampu melakukan perbuatanitu.Daya yang diperoleh untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan inilah yang kemudian disebut Kasb atau acquisition.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa manusia dalam paham jabariyah adalah sangat lemah, tak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan.[26]
Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang di gerakkan oleh dalang, tetapi manusia dan Tuhan terdapat kerja sama dalam mewujudkan suatu perbuatan, dan manusia tidak semata-mata di paksa dalam melaksanakan perbuatannya.[27]
Sedangkan pemahaman lain, mereka katakana bahwa tuhan tidak dapat dilihat diakhirat kelak, tuhan tidak memiliki sifat-sifat yang sama seperti mahkluk, dan alqur’an adalah makhluk.[28]

5.      Aliran Mu’tazilah
a.       Pengertian dan latar belakang munculnya Mu’tazilah
Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata Í’tizal” yang artinya “memisahkan diri”, pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar mu’tazilah karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Mu’tazilah dan di gunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi mereka.
Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua hijrah di kota basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah muncul pada pertengahan abad pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa meletusnya perang jamal dan perang siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.[29]
Kaum mu’tazilah mengatakan bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar itu bukan kafir dan bukan mukmin, tetapi mengambil posisi diantara kafir dan mukmin.[30]
Dalam perkembangannya, Mu’tazilah pimpinan Washil bin Atha’ lah yang menjadi salah satu aliran teologi dalam islam.
b.       Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah
Ada lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk memegangnya, yang dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf :
1)      Al Tauhid (keesaan Allah)
Terkait hal ini mu’tazilah berpendapat, antara lain:
a)      mengingkari sifat-sifat allah SWT, menurut kaum mu’tazilah apa yang dikatakan sifat adalah tak lain dari zat-Nya sendiri.
b)      Al-qur’an menurutnya adalah makhluk (baru).
c)      Allah di akhirat kelak tidak dapat dilihat oleh pancra indra manusia, karena allah tidak akan terjangkau oleh mata.
2)      Al ‘Adl (keadlilan tuhan)
Setiap orang islam harus percaya akan keadilan Allah, tetapi aliran mu’tazilah, memperdalam arti keadilan serta menunjukkan batas-batasannya, sehingga menimbulkan beberapa masalah. Dasar keadilan yang di yakini oleh kaum mu’tazilah adalah meletakkan pertanggung jawaban manusia atas segala perbuatannya. Dalam menafsirkan keadilan tersebut mereka mengatakan sebagai berikut: “ Tuhan tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia. Manusia bisa mengerjakan perintah-perintahnya dan meninggalkan larangnnya.Dengan kekuasaan yang diciptakannya terhadap diri manusia.Dan tuhan tidak ada campur tangan dengan keburukan manusia dan hanya menghendaki dalam kebaikan-kebaikan.”
3)      Al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman)
Mereka berpendapat bahwa Allah SWT tidak akan mengingkari janjinya, memberi pahala kepada orang muslim yang berbuat baik, dan menimpahkan azab kepada yang berbuat dosa. (Mulyadi, 2005, hal.180)
4)      Al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
Dalam pendapat mereka, seorang muslim yang megerjakan dosa besar ia tergolong bukan mukmin, tetapi juga tidak kafir. Melainkan menjadi orang fasiq. Jadi kefasiakn merupakan tempattersendiri antara kafir dan mukmin, jalan tengah tersebut di ambil dari sumber-sumber agama islam, diantaranya: dalam surat Al-isra’:31. Dan dalam hadits,  خير الأمورأو ساطها[i](sebaik-baiknya perkara ialah yang berada ditengah-tengah).[31]
5)      Amar mauruf dan Nahi mungkar.
Ajaran mu’tazilah mengenai tuntutan untuk bebuat baik dan mencegah segala pebuatan yang tercela ini lebih banyak berkaitan dengan fiqih.[32]
Aliran mu’tazilah berpendapat bahwa dalam keadaan normal, pelaksanaa amar ma’ruf nahi munkar itu cukup dengan seruan saja, tetapi kalau dalam keadaan tertentu amar ma’ruf nahi munkar itu perlu dengan kekerasan.
Pandangan rasional kaum mu’tazilah tersebut, juga mengenai kedudukan akal dan wahyu, yaitu: tentang mengetahui tuhan, kewajiban mengetahui tuhan, mengetahui baik dan jahat, dan mengetahui kewajiban melaksanakan yang baik dan menjauhi yang jahat.
Mu’tazilah mengatakan bahwa, manusia dengan akalnya dapat mengetahui tuhan, dan sebagai akibatnya manusia sudah wajib bertuhan sebelum adanya wahyu.[33]Dan dari keempat persoalan itu dapat diketahui dengan akal.[34]
c.       Tokoh-tokoh Mu’tazilah
Diantara para tokoh-tokoh yang berpengaruh pada Mu’tazilah yaitu:
1)      Washil bin Atha’
2)      Abu Huzail al-Allaf
3)      Al Nazzam
4)      Al-Jubba’I.[35]

6.      Ahlussunah Wal- Jamaah
a.      Pengertian dan para tokoh serta pemikiran-pemikiran mereka.
Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jamaah berarti sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jama’ah mengandung arti “penganut Sunnah (ittikad) nabi dan para sahabat beliau.
Ahlussunnah sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi 2 pengertian, yaitu khusus dan umum, Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syiah, Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagai mana juga Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalambarisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah.
Aliran ini, muncul sebagai reaksi setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.
Berbagai pemikiran kalam yang dikemukakan mu’tazilah dikritisi habis, seperti tentang sifat. Tuhan itu mempunyai sifat, karena kalau sifat-sifat itu dikatakan sebagai zat seperti yang dikemukakan mu’tazilah, maka akan terjadi kerancauan yang besar. Seperti tentang ilmu, kalau ilmu (pengetahuan) dijadikan sebagai zat dan bukan sebagai sifat, maka tuhan itu adalah pengetahuan.Padahal tuhan adalah Allah yang maha tau, bukan ilmu atau pengetahuan itu sendiri.
Tokoh utama yang juga merupakan pendiri mazhab ini adalah Abu al hasan al Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi.
1)      Abu hasan al-asy’ary
Pokok-pokok pemikirannya
a)      Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam Alqur’an, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri diatas zat tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.
b)      Dalil adanya tuhan,  Al’asy’ari mengatakan wajib meyakini tuhan karena kita diajari oleh nabi Muhammad saw, bahwa tuhan itu ada, dan hal itu dinyatakan dalam Al-qur’an.
c)      Al-Qur’an, Manurutnya, al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
d)      Melihat Tuhan, menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.[36]
e)      Pemakaian akal, mereka mengatakan dalam mengetahuitentang tuhan, kewajiban mengetahui tuhan, mengetahui baik dan jahat, dan mengetahui kewajiban melaksanakan yang baik dan menjauhi yang jahat. Hanya untuk mengetahui tuhan lah yang bisa diketahui dengan akal, dan ketiga lainya Itu hanya dapat diketahui lewat wahyu.[37]
f)        Keadilan Tuhan, Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak tuhan sebab tuhan maha kuasa atas segalanya.
g)      Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.
2)      Abu manshur Al-Maturidi
Pokok-pokok pemikirannya :
a)      Sifat Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
b)      Perbuatan Manusia. Menurtnya, Perbuatan manusia sebenarnya di wujudkan oleh manusia itu sendiri, dan bukan merupakan perbuatan tuhan.
c)      Al Quran.Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
d)      Kewajiban tuhan. Menurutnya, tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.
e)      Muslim yang berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
f)        Janji tuhan. Menurutnya, janji pahala dan siksa mesti terjadi, dan itu merupakan janji tuhan yang tidak mungkin di pungkirinya.[38]

7.      Aliran Syiah
a.       Pengertian dan kemunculannya Syi’ah
Secara bahasa Syi’ah berarti pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini ialah para pendukung Ali bin Abi Thalib. Secara istilah Syi’ah sering di maksudkan pada kaum muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturuan Nabi Muhammad SAW, atau yang disebut sebagai ahl al-bait.selanjutnya, istilah ini untuk pertama kalinya di tujukan pada para pengikut ali (syi’ah ali), pemimpin pertama ahl- al bait pada masa Nabi Muhammad SAW.
Para pengikut ali yang disebut syi’ah ini diantaranya adalah Abu Dzar al Ghiffari, Miqad bin Al aswad dan Ammar bin Yasir.
Mengenai latar belakng munculnya aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin Affankemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Adapun menurut Watt, Syi’ah bener-bener muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal denganPerang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Mu’awiyah, pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali –kelak  di sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.[39]
Syi’ah adalah golongan yang menyanjung dan memuji syayyidina Ali secara berlebihan, karena mereka beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah pengganti Nabi Muhmmad SAW. Berdasarkan wasiatnya.Adapun dasar pokok syi’ah ialah tentang khalifah atau sebagaimana mereka namakan imam, maka syayyidina Ali adalah imam sesudah Nabi.
Adapun menurut golongan syi’ah imam itu mempunyai pengertian lain, dia adalah guru yang paling besar, imam pertama telah mewarisi macam-macam ilmu nabi SAW, imam bukan manusia biasa, tetapimanusia luar biasa, karena mereka ma’sum dari berbuat salah. Dan orang-orang syiah tidak mempercayai akan adanya hadits, kecuali yang diriwayatkan oleh imam-imam dari golongan mereka sendiri.[40]
b.       Pokok-Pokok Pikiran Syi’ah
Kaum Syi’ah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh penganutnya. Kelima prinsip itu adalah :
1)      al Tauhid
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal, tempat bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
2)      al ‘adl
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.
3)      al Nubuwwah
Kepercayaan Syi’ah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutussejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untnk membimbing umat manusia.
4)      al imamah
Menurut Syi’ah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus, ia pengganti rasul dalam memelihara Syari’at, melaksanakan Hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.
5)      al ma’ad
Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syi’ah sangat percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.[41]

B.  Perbedaan Antara Aliran Ilmu Kalam Yang Satu Dengan Yang Lain.
Mengenai sifat tuhan, Mu’tazilah beranggapan bahwa, mengingkari sifat-sifat allah SWT, menurut kaum mu’tazilah apa yang dikatakan sifat adalah tak lain dari zat-Nya sendiri. Sedangakan Al-asy’ari tentang Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam Alqur’an, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri diatas zat tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.
Mengenai Al-qur’an, menurut asy’ariyah adalah qodim, karena alqur’an adalah kalamullah.Sedangkan menurut mu’tazilah alqur’an adalah makhluk.
Bagi kaum mu’tazilah  bahwa perbuatan manusia adalah diwujudkan Oleh manusia sendiri, sedangkan menurut jabariyah bahwa perbuatan manusia adalah diwujudkan Oleh tuhan.
Menurut mu’tazilah bahwa Allah di akhirat kelak tidak dapat dilihat oleh pancra indra manusia, karena allah tidak akan terjangkau oleh mata. Sedangkan asy’ariyah mengatakan bahwa allah bisa dilihat kelak di akhirat.
Mu’tazilah mengatakan bahwa, seorang muslim yang megerjakan dosa besar ia tergolong bukan mukmin, tetapi juga tidak kafir. Melainkan menjadi orang fasiq. Sedangkan kaum murjiah menganggap bahwa, Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir, namun muslim tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadat.
Menurut kaum khawarij, bahwa orang yang melakukan dosa besar, maka mereka dihukumi kafir dan keluar dari islam, sedang kaum murji’ah mengatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar itu bukan kafir, dan tetap mukmin.
Menurut khawarij, Iman adalah meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan melakukan dengan anggota tubuh.Sedangkan murji’ah mengatakan, bahwa Iman Hanya membenarkan (pengakuan) di dalam Hati, dan tidak dituntut untuk membuktikan keimanan dengan perbuatan.[42]

C.  Contoh-Contoh Dari Prilaku Dari Orang-Orang Yang Beraliran Tertentu.

1.       Mu’tazilahmenafikan tentang sifat-sifat allah SWT, dan menganggap alqur’an itu makhluk.
2.       Mu,tazilah menta’wilkan ayat-ayat mutajassimah, yang tidak bisa diidentifikasikan seperti kata yadullah, yang diartikan sebagai “kekuasaan Allah” bukan tangan Allah.
3.       Al-asy’ariyah menafsirkan yadullah, dengan arti tangan Allah, tapi hanya saja tidak bisa mengidentifikasi bentuk tangannya, sehingga Allah itu bertangan tapi tak seperti makhluknya.
4.       Orang khawarij Al-muhakkimah, menghukumi orang yang berbuat zina, dan membunuh menurut mereka adalah orang yang berdosa besar dan keluar dari islam, sedang az-zariqot, mereka boleh membunuh anak kecil yang tidak sepaham dengan mereka.
5.       Orang murji’ah menyepelehkan perbuatan dibanding iman, sehingga mereka bebas melakukan perbuatan yang menyimpang agama. Perbuatan dianggap kurang penting, selama manusia punya iman.[43]

D.  Menghargai aliran-aliran yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari.

Ø      Janganlah sampai menunjukkan sikap fanatisme yang berlebihan terhadap orang yang berbeda aliran.
Ø      Tidak menunjukkan sikap diskriminasi terhadap aliran-aliran tertentu. Apabila berkumpul atau dalam keadaan tertentu.
Ø      Menghargai dan berkata sopan dalam menanggapi argumen-argumen yang telah ia yakini.
Ø      Tidak memaksakan apa yang kita yakini kepada mereka.[44]

Sekarang, bagaimana kita menaggapi pemikiran-pemikiran tersebut yang kesemuanya memiliki titik pertentangan dan persamaan masing-masing dan tentunya pendapat-pendapat mereka memiliki argumentasi-argumentasi yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Namun pendapat mana diantara pendapat-pendapat tersebut yang paling baik, tidaklah bisa kita nilai sekarang. Kerana penilaian sesungguhnya ada pada sisi Allah yang akan diberikanNya di akhirat nanti.
Penilaiaan baik tidaknya suatu pendapat dalam pandangan manusia mungkin di lakukan dengan mencoba menghubungkan pendapat tersebut dengan peristiwa-peristiwa yang berkembang dalam sejarah. Disisi lain, kita juga bisa menilai baik tidaknya suatu pendapat atau paham dengan mengaitkannya pada kenyataan  yang berlaku dimasyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia, dan juga pendapat tersebut banyak di ikuti oleh Manusia. Memperoleh hidup baik dan terbaik di dunia dan di akhirat nanti.



KESIMPULAN

Dari uraian diatas, dapat kita pahami bahwa Islam telah hadir sebagai pelopor lahirnya pemikiran-pemikiran yang  hingga sekarang semuanya itu dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Bahkan jauh sebelum Nabi sudah mengetahuinya dan sudah disampaikan kepada para sahabat dan baru terjadi semua sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW, umat islam sudah mulai menghadapi perpecahan.
Sekarang, bagaimana kita menaggapi pemikiran-pemikiran tersebut yang kesemuanya memiliki titik pertentangan dan persamaan masing-masing dan tentunya pendapat-pendapat mereka memiliki argumentasi-argumentasi yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits.Namun pendapat mana diantara pendapat-pendapat tersebut yang paling baik, tidaklah bisa kita nilai sekarang. Kerana penilaian sesungguhnya ada pada sisi Allah yang akan diberikanNya di akhirat nanti.
Penilaiaan baik tidaknya suatu pendapat dalam pandangan manusia mungkin di lakukan dengan mencoba menghubungkan pendapat tersebut dengan peristiwa-peristiwa yang berkembang dalam sejarah. Disisi lain, kita juga bisa menilai baik tidaknya suatu pendapat atau paham dengan mengaitkannya pada kenyataan  yang berlaku dimasyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia, dan juga pendapat tersebut banyak di ikuti oleh Manusia.Memperoleh hidup baik dan terbaik di dunia dan di akhirat nanti.


DAFTAR PUSTAKA

Djamil, Ahmad dkk. 2008, Aqidah Akhlaq Kurikulum KTSP berdasarkan Permenag RI No. 2, Gersik: CV. Putra Kembar Jaya.
Kiswati,Tsoraya. 2005, Al-juwaini peletak dasar teologi rasional dalam islam, Jakarta: Erlangga.
Nasution, Harun. 2009, Teologi Islam,  Jakarta: Universitas Indonesia.
Rozak, Abdul. Anwar, Rosihon. 2001, Ilmu Kalam, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Tatapangarsa, Drs. Humaidi. 1993, Kuliyah Aqidah Lengkap, Surabaya: Pt-Bina Ilmu.
Team Musyawaroh Guru Bina PAI MA Kelas XI. 2008, Aqidah Akhlaq, Surabaya: Akik Pustaka.



[1] Team Musyawaroh Guru Bina PAI MA Kelas XI, Aqidah Akhlaq, (Surabaya: Akik Pustaka, 2008), h. 16.
[2] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, (Surabaya: MDJ. Jatim, 2005), h. 130.
[3] Team Musyawaroh Guru bina PAI, Aqidah Akhlaq,h. 17.
[4] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h. 133
[5] Harun Nasution, Teologi Islam, ( Jakarta: Universitas Indonesia, 2009), h.13.
[6] Team Musyawaroh Guru bina PAI, Aqidah Akhlaq ,h. 21.
[7] Harun Nasution, Teologi Islam, h. 9.
[8]http://mufdil.wordpress.com/2009/08/03/aliaran-aliran-dalam-ilmu-kalam/
[9] Team Musyawaroh Guru bina PAI, Aqidah Akhlaq, h. 133-134
[10] Ahmad Djamil dkk, Aqidah Akhlaq Kurikulum KTSP berdasarkan Permenag RI No. 2, (Gersik: CV. Putra Kembar Jaya, 2008),h.  38.
[11] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h.134
[12]Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), h. 57.
[13] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h.136
[14] Ahmad Djamil dkk, Aqidah Akhlaq Kurikulum KTSP berdasarkan Permenag RI No. 2,h. 39.
[15] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam,h. 71.
[16] Drs. Humaidi  Tatapangarsa, Kuliyah Aqidah Lengkap, (Surabaya: Pt-Bina Ilmu, 1993), h. 221.
[17] Harun Nasution, Teologi Islam, h. 34.
[18] Ibid, h. 36.
[19] Ibid, h. 38.
[20] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h. 137
[21] Harun Nasution, Teologi Islam, h. 39.
[22]Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h. 138
[23] Ibid, h. 139
[24] Harun Nasution, Teologi Islam, h. 38-39.
[25] Ibid, h. 40.
[26] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h. 140
[27] Team Musyawaroh Guru bina PAI, Aqidah Akhlaq, h. 25.
[28] Ibid, h. 27.
[29] Ibid, h. 30.
[30] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h. 141
[31]  Ahmad Djamil dkk, Aqidah Akhlaq Kurikulum KTSP berdasarkan Permenag RI No. 2, h. 31.
[32] Team Musyawaroh Guru bina PAI, Aqidah Akhlaq ,h. 27-28.
[33] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h. 142
[34] Tsoraya kiswati, Al-juwaini peletak dasar teologi rasional dalam islam, (Jakarta: Erlangga, 2005), 177
[35] Ahmad Djamil dkk, Aqidah Akhlaq Kurikulum KTSP berdasarkan Permenag RI No. 2, h. 29.
[36] Team Musyawaroh Guru bina PAI, Aqidah Akhlaq ,h. 29.
[37] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h. 143
[38] Ahmad Djamil dkk, Aqidah Akhlaq Kurikulum KTSP berdasarkan Permenag RI No. 2, h.  33.
[39] Ibid, h. 35.
[40] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h. 130-132
[41] Ahmad Djamil dkk, Aqidah Akhlaq Kurikulum KTSP berdasarkan Permenag RI No. 2, h.  37.
[42] Ibid, h. 39.
[43] Mohammad Karim, Sholeh Zuhri, Aqidah Akhlaq, h. 138
[44] Ibid, h. 140